Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa bagi masyarakat Cirebon sudah tidak asing lagi mendengar kata Nasi / Sega Jamblang. Bagi sebagian orang, nasi jamblang berarti nasi yang dibuat dan dijual oleh orang Jamblang. Tidak banyak yang mengetahui apa dan bagaimana riwayat tentang nasi jamblang itu sendiri.

Kita mungjin sudah sering menikmati lezatnya Nasi Jamblang beserta lauk pauknya yang bermacam-macam. Saat ini hampir berjumlah 30 macam jenis makanan, padahal awalnya hanya ampas kecap atau tauco, tempe goreng dan tahu goreng saja. Nasi Jamblang atau Sega Jamblang dikenal cukup luas tidak hanya masyarakat Cirebon saja, akan tetapi sampai juga ke Bandung, Jakarta dan sekitarnya.

Keistimewaan Nasi atau Sega Jamblang, disamping karena kelezatan dan kenikmatan cita rasa masakan, juga dibungkus dengan daun jati dan dimakan atau dinikmati sambil lesehan seperti menikmati gudeg Jogja di jalan Malioboro sambil mendengarkan lagu Tarlingan khas musik tradisional Cirebon dengan judul Sega Jamblang.
Keistimewaan lain adalah cara memasaknya, bahan bakarnya harus menggunakan kayu bakar. Karena apabila menggunakan kompor minyak maka rasa dari masakan pun akan berbeda, kurang sedap tentunya. Apabila nasi telah masak, kemudian diaduk-aduk sambil dikipasin menggunakan ilir ( kipas yang terbuat dari anyaman bilah bambu ) hingga dingin merata ( diakeul ).

Menurut data yang dirangkum dari beberapa sumber, riwayat nasi jamblang adalah sebagai berikut. Pada tahun 1847 Pemerintah Kolonial Belanda membangun pabrik gula di wilayah Gempol, pabrik gula di Plumbon, dan pabrik spiritus di Palimanan, 1983. Dengan dibangunnya beberapa pabrik yang cukup besar itu, maka jelas banyak membutuhkan tenaga kerja di Wilayah Kawedanan Palimanan, Plumbon dan sekitarnya.

Ramainya para pekerja di ketiga pabrik tersebut seperti gayung bersambut, karena jelas membutuhkan banyak pekerja atau buruh. Baik untuk di perkebunan sebagai buruh lepas maupun di pabriknya sendiri terutama di bagian perbengkelan, transportasi, administrasi dan bagian keamanan pabrik. Para buruh pabrik yang datangnya dari jauh ( Wilayah selatan ), seperti Sindangjawa, Cisaat, Cimara, cidahu, Ciniru, Cikalahang, Bobos dan Lengkong harus pagi-pagi benar. Mereka membutuhkan sarapan sedangkan pedagang nasi pada waktu itu belum ada, paling ada juga penjual makanan ringan seperti jajanan dan sejenisnya. Pada waktu ada anggapan bahwa menjual nasi itu tidak boleh atau pamali, ini bisa dimaklumi karena peredaran uang masih sedikit, bahkan orang tua kita dulu banyak menyimpan padi atau beras. Mereka berfikir tidak menyimpan uang tidak apa-apa, namun apabila tidak menyimpan padi atau beras bisa sengsara, karena ada rasa ketakutan tidak bisa makan nantinya.

Di Jamblang ada seorang pengusaha pribumi yang bernama H. Abdulatif (Ki Antra), beliau banyak memiliki karyawan atau pegawai, maklum karena usaha beliau cukup banyak, antara lain: Penjagalan sapi atau kerbau, pandai besi (membuat keranjang), dan masih ada beberapa lagi, beliaupun memiliki sawah yang cukup luas. Ny. Tan Piauw Lun (Ny. Pulung) adalah istri dari H. Abdulatif yang biasa mengurusi keperluan makan para pekerja suaminya. Melihat banyak buruh lepas pabrik yang mencari warung penjual nasi, maka H. Abdulatif pun memberanikan diri untuk memberikan sedekah beberapa bungkus nasi kepada para pekerja lepas tersebut.
Rupanya berita inipun menyebar dari mulut ke mulut, yang akhirnya bertambah banyak untuk meminta sarapan pagi. Ny. Pulung selalu menolak setiap pemberian uang dari para pekerja lepas, namun para pekerja menyadari bahwa segala sesuatunya dapat beli yang harus mengeluarkan uang tentunya, sehingga lambat laun para pekerja sepakat hanya memberikan imbalan ala kadarnya kepada Ny. Pulung.

Awal penggunaan daun jati sebagai pembungkus nasi jamblang disebabkan oleh karena banyaknya penggunaan daun pisang klutuk sebagai pembungkus makanan, sudah tentu kebutuhan pesanannyapun menjadi meningkat beberapa kali lipat. Akhirnya pedagang nasi Jamblang mencoba mencari daun yang masih jarang digunakan pada waktu itu, ternyata daun jati-lah dipilih sebagai pengganti untuk pembungkus nasi Jamblang. Dan hebatnya ternyata daun jati tidak kalah sedap atau nikmatnya dijadikan sebagai pembungkus nasi Jamblang, malah menjadikan nasi Jamblang menjadi lebih istimewa, sedap dan nikmat pastinya.

Para pekerja dari wilayah selatan cirebon, seperti Sindangjawa, Cisaat dan lainnya, menjadi kebiasaan membawa daun jati dijadikan sebagai pelindung kepala dari terik panasnya sinar matahari ketika menunggu jemputan pekerja. Karena hebatnya, daun jati ternyata tidak mudah pecah/rusak, berbeda dengan daun pisang yang mudah sobek/rusak ketika terkena angin. Dan karena faktor itulah mengapa para penjual nasi Jamblang memilih daun jati sebagai prembungkus, namun bukan itu saja ternyata daun jati pun lebih bisa mengawetkan kondisi makanan ketika terbungkus didalamnya, menjadi tidak cepat basi walaupun terbungkus dalam waktu cukup lama.
Oleh karena itu Ny. Pulung memesan banyak daun jati, yang diambil dari daerah Kadipaten pada tahun 1907 dengan menggunakan kereta api. Demikian menurut Ny. Jaenah ( Almh ) putri dari Ny. Hj. Aminah /H. Ishaq, cucu dari Ny. Pulung /H. Abdulatif sebagai generasi penerus III sebagai penjual nasi Jamblang.

H. Abdulatif yang memiliki pejagalan di Pengkolan / Klangenan, mempunyai seorang putra bernama H. Ishaq. Sedangkan H. Sarim yang memiliki pejagalan disebelah utara pasar Jamblang pun memiliki seorang putri janda bernama Hj. Aminah, dan oleh kedua orang tua mereka pun dijodohkan serta di Nikah-kawinkan. Hj. Aminah sebelum menikah dengan H. Ishaq beliau sudah pernah menikah dengan Ki Dayim dan dikaruniai dua orang putra yaitu Ki Bunyamin dan Ki Kure. Sedangkan Ny. Hj. Aminah dengan H. Ishaq mempunyai anak masing-masing:

1. Ny. Jenah, yang meneruskan usaha nasi Jamblang
2. Ki Guru Kanan
3. Ki Tisna
4. Ny. Patonah
5. Ki Kuwu Machmud

Setelah usia Ny. Pulung sepuh, maka sebagai penerus usaha keluarga khususnya nasi Jamblang adalah minantunya yaitu Hj. Aminah dan dari Ny. Aminah ini berkembanglah penjual nasi jamblang. Dan dari keturunan Hj. Aminah /H. Ishaq saja memiliki dua generasi penerus, yaitu Ny. Jaenah /Kaprawi dan Ny.Tjas /Kure. Sedangkan dari pasar minggu (Palimanan) tercatat pedagang nasi Jamblang Ny. Sawit, berkisar tahun 30-an dan Alkhamdulillah sampai sekarang pedagang nasi Jamblang tumbuh dan berkembang semakin pesat. Karena nasi Jamblang senantiasa menyesuaikan selera dari para konsumen sehingga dari lauk pauk yang tadinya hanya 3 macam saja sekarang mencapai 29 jenis masakan yang siap disajikan /dihidangkan.

Bagi anda yang belum merasakan sedapnya kuliner khas Cirebon yang satu ini, jangan khawatir. Alya Rent Car siap mengantar anda ke beberapa warung makan penjual Nasi Jamblang yang sudah terkenal kelezatannya. Hubungi customer service kami, dan kami akan memberikan pelayanan yang terbaik demi kenyamann, kepuasan dan keamanan anda.